Sebetulnya
saya antipati terhadap dunia politik dan saudara-saudara nya itu. Akhir –akhir
ini diskusi-diskusi mengenai jajan model baru ini sangat sering. Dari kalangan
pemikir sejati ( cendekiawan) sampai mantan pejabat ini lah itu lah. Lebih kaget
lagi ketika topik pembicaraan di media tersebut tentang “siapa yang salah ?” .
Bukannya mencari
apa solusi nya bagaimana peranan pemerintah mengenai tindakan-tindakan yang
diambil untuk menangani jajan model baru ini. Malah mencari kambing hitam (
Pelaku ) langsung saja saya ganti saluran tv tersebut.
Sebenarnya ketika
jajan model baru ini belum terbuat/terbentuk
atau apa lah, ketika masyarakat menuntut haknya, ingin menyampaikan
aspirasinya, dengan demonstrasi ( sah ketika ada ijin ) namun tidak ditanggap i
aspirasi nya, tidak digubris, maka demonstran akan membuat kekacauan demi
menarik perhatian pemimpin pembuat kebijakan, ketika proses menarik perhatian usai dan belum juga di mengerti oleh pemimpin.
Massa semakin bringas dan akhirnya jadilah jajan model baru ini bernama “bima”.
Pemerintah
Daerah terkesan lepas tangan dan cenderung menyalahkan aparat yang bertindak
represif. Seandainya Pemda (Pemerintah daerah) memberi jalan, memberi ruang
dialog, memberi jawaban, memberi opsi-opsi terbaik. Saya yakin jajan model baru
ini tidak akan terjadi.
Beruntunglah Pemerintah
Kota Surabaya Mempunyai Walikota yang membuka dialog ketika ditolaknya pasien warga SURABAYA di Rumah
Sakit Dr sutomo. Walikota langsung memberikan opsi-opsi yang harus ditempuh
pasien yang ditolak sehingga jajan surabaya tidak terjadi.
Jangan
sampai bermunculan Jajan-Jajan Baru. Pemerintah Daerah yang diberikan Otonomi
Daerah harus membuka Ruang dialog dengan Demonstran.
“ jajan “yang
saya maksud adalah tragedi kekerasan akibat demonstrasi.
0 komentar:
Posting Komentar